bpr terbesar di indonesia

Meanwhile Bank BPR Modern Semarang @bankbprmodernsemarang won the 17th position in the Top 100 BPR with Assets of IDR 35 Billion to Below IDR 100 Billion with a weight value of 96.51 and was awarded the title of 5 stars. This assessment was carried out by The Finance using a research method based on growth (total assets, loans, deposits WartaEkonomi, Jakarta -. Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 3,49% secara tahun ke tahun (yoy) pada kuartal ketiga tahun 2020. Angka pertumbuhan ekonomi tersebut membaik dari kuartal sebelumnya yang tercatat -5,32%. "Secara kumulasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I sampai III masih 44. Bank Tabungan Negara (BTN) 5 5. Bank Syariah Indonesia (BSI) 1. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hingga saat ini PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk. (BBRI) masih menjadi salah satu bank di Indonesia dengan nilai aset terbesar. Tercatat, bank BUMN ini memiliki aset sebesar Rp1.411,05 triliun. Sleman Bank Perkreditan Rakyat Bank Sleman pada 2015 berhasil memiliki aset terbesar se-Indonesia dan menjadi bank milik pemerintah daerah terbaik. "Pada Maret 2015 aset BPR Bank Sleman telah menyalip aset Bank Pasar Magelang yang akhir tahun 2014 menjadi nomor satu di Indonesia. Sehingga pada Maret 2015 BPR Bank Sleman mempunyai aset terbesar se Indonesia," kata Direktur Utama BPR Bank Vay Tiền Home Credit Online Có An Toàn Không. Foto Awet Abadi Komisaris Utama PT BPR Eka Bumi Artha. Dok. Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan OJK tengah mendukung perbankan untuk menambah modal inti setidaknya Rp 3 triliun atau bank tersebut turun menjadi Bank Perkreditan Rakyat. Namun siapa sangka, di tengah didorongnya penguatan BPR oleh pemerintah, ada pula BPR yang memiliki modal saat ini tengah diperkuat tata kelolanya dengan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan RUU P2SK yang kini telah sah menjadi Undang-Undang UU.Melalui aturan yang juga disebut Omnibus Law Sektor Keuangan itu, pemerintah bahkan mengganti kepanjangan BPR menjadi Bank Perekonomian Rakyat. Otoritas Jasa Keuangan OJK juga telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan BPR/BPRS memiliki modal inti minimum Rp 6 miliar pada akhir 2024. Meski cakupan bisnis BPR dianggap masih skala kecil dibandingkan dengan bank-bank konvensional, ternyata terdapat sejumlah BPR yang memiliki aset jumbo di Indonesia. Salah satunya adalah BPR Eka Bumi Artha Bank Eka yang kini tercatat sebagai BPR dengan jumlah aset terbesar di RedaksiOJK Patok Batas Penyaluran Kredit BPR, Maksimal Segini9 BPR Beraset Jumbo, Bank Konvensional LewatPolitisi Kawakan Yang Jadi Raja BPR di Ujung Timur IndonesiaBank Eka berlokasi di Kota Bumi, Lampung, dan memiliki total aset sebesar Rp 9,22 triliun, dengan realisasi pembiayaan mencapai Rp 4,54 triliun, dan himpunan dana pihak ketiga DPK senilai Rp 7,91 triliun. Total aset ini pun jauh di atas BPR yang memiliki total aset kedua terbesar setelahnya, yakni BPR Lestari Bali sebesar Rp 6,7 Bank Eka merupakan sebuah Bank Pasar Kosgoro yang didirikan pada 1967 dan belum berbadan hukum. Ini karena ketentuan yang mengatur tentang usaha Bank Pasar pada waktu itu belum ada, hingga Undang-undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 regulasi yang mengatur Bank Pasar terbit, pada 6 Agustus 1970 menteri keuangan mengirim surat ke Bank Indonesia dengan Nomor tentang Pendirian Bank-bank desa dan Bank-bank pasar, beserta surat edaran yang isinya mewajibkan bank desa dan bank pasar memiliki izin pendirian dari menteri ini diikuti oleh terbitnya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/829/UPPB/PpB yang berisi pedoman-pedoman sementara mengenai usaha Bank Pasar. Berbagai aturan ini pun membuat para pendiri Bank Pasar Kosgori mulai berbenah supaya bank yang dikelolanya sesuai ketentuan pemerintah dan otoritas 28 Agustus 1972, Awet Abadi dan Anwar Jacub, bersama-sama bertindak sebagai kuasa dari Sukemi, Soekarno Gondoatmodjo, Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen, dan Raden Soedarsono yang merupakan pendiri dan pemilik bank itu, bersepakat mendirikan perseroan dengan nama 'PT Bank Pasar Eka Karya', berkedudukan di Metro, saat pendiriannya, modal dasar BPR ini adalah sebesar Rp 3 juta yang terdiri dari 200 saham utama senilai Rp atau sebesar Rp dan 100 saham biasa Rp atau sebesar Rp jumlah itu, modal yang ditempatkan pada saat pendirian sebanyak 60 saham utama yaitu masing-masing 10 atas nama Awet Abadi, Anwar Jacub, Sukemi, dan Soekarno Gondoatmodjo, serta masing-masing 5 saham utama atas nama Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen dan Raden modal ditempatkan seluruhnya sebesar Rp dan telah disetorkan tunai sebanyak 10% atau Rp beberapa pendiri ini, bisa dibilang nama Awet Abadi yang paling dikenal. Dirinya dulu merupakan pimpinan organisasi petani, pimpinan organisasi masyarakat kecil, kemudian pimpinan organisasi para pengusaha di Kamar Dagang dan Industri KADIN, dan bergerak dalam bidang pendidikan serta juga yang membentuk Sekretariat Bersama Sekber Golkar pertama tahun 1967 di Metro dahulu Lampung Tengah. Melalui jalur itu dia duduk di kursi DPR Gotong Royong tahun 1970. Selama tiga periode berturut-turut dia menjadi anggota DPRD dan pernah menjadi ketua tingkat nasional, Awet pernah menjadi anggota MPR tahun 1982 untuk satu periode dan menjabat ketua umum DPP Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Perbarindo.Di bidang olahraga dirinya juga pernah menjadi ketua harian Komite Olahraga Nasional Indonesia KONI dan kini menjadi Dewan Penasehat KONI Metro serta menjabat Komisaris Utama Bank Eka. [GambasVideo CNBC] Artikel Selanjutnya Siap-siap BPR Ganti Nama, Begini Penjelasan Sri Mulyani! dem/dem Industri bank perkreditan rakyat BPR mulai melihat ada cahaya terang di ujung terowongan. Seiring progres pemulihan ekonomi, kinerja industri BPR mulai berjalan on the track, setelah sebelumnya harus melewati lorong gelap akibat pandemi COVID-19. Meski memang belum kembali ke kondisi prapandemi, mesin bisnis bank rural rural bank mulai melaju positif. Laba industri yang tumbuh negatif 13,94% pada 2020 sudah berbalik arah menjadi positif. Harus diakui, tantangan memang belum berakhir. Namun, optimisme bankir-bankir BPR kembali merebak menyambut 2022. Industri BPR diyakini akan tumbuh positif. Segmen mikro yang menjadi pasar utama BPR pun terlihat mulai menggeliat. Mengacu pada data The Finance, dari sisi intermediasi, industri BPR mencatatkan pertumbuhan kredit 5,25% secara tahunan atau menjadi Rp116,58 triliun pada 2021. Pertumbuhannya memang sedikit melambat dibandingkan dengan 2020 yang mencapai 12,78%. Namun, dari sisi kualitas, kredit BPR menunjukkan perbaikan. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan NPL tercatat 6,72%, membaik dibandingkan dengan 7,22% di 2020. Bahkan, sudah di bawah angka sebelum pandemi, misalnya di 2019 saat NPL industri BPR berada di level 6,81%. Lalu, dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga DPK terjadi lonjakan 10,23% atau menjadi Rp117,01 triliun. Kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya di BPR kembali meningkat, setelah di 2020 DPK hanya tumbuh 3,52%. Sedangkan, dari sisi aset mengalami pertumbuhan 8,62% secara tahunan, menjadi Rp168,44 triliun. Aset industri BPR yang terus tumbuh solid tentunya sesuatu yang bagus. Pasalnya, dari tahun ke tahun jumlah pemain di industri ini cenderung berkurang. Pada 2017, jumlah BPR yang berbisnis di Indonesia mencapai BPR. Kemudian, menurun menjadi pada 2018, lalu kembali berkurang menjadi di 2019. Di 2021, jumlah BPR tercatat turun dari BPR di 2020. Dengan kata lain, meski jumlah pemain berkurang, industri ini tetap tumbuh berkelanjutan. Baca BPR Go Public, Digitalisasi dan Fenomena “Tuyul” Digital Menutup 2021, secara industri, BPR membukukan laba sebesar Rp3,01 triliun atau tumbuh 3,58% dibandingkan dengan Rp2,90 triliun pada 2020. Di tahun sebelumnya, laba industri BPR anjlok 13,94%, karena masih berupaya melakukan adaptasi untuk keluar dari tekanan pandemi COVID-19, serta harus memangkas laba dan mengalokasikan pencadangan demi memitigasi risiko kredit macet. Saat ini, pandemi memang belum sepenuhnya berakhir. Namun, aktivitas ekonomi tampaknya mulai menggeliat. Para pelaku usaha mulai percaya diri mengajukan kredit ke perbankan, baik kredit modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Bankir-bankir BPR pun tentu tak ingin ketinggalan mengoptimalkan momentum pemulihan ekonomi ini untuk memacu kinerja. Dari sisi likuiditas, industri BPR terbilang leluasa atau punya ruang cukup untuk ekspansi kredit. Data menunjukkan, di 2021, loan to deposit ratio LDR industri rural bank ada di posisi 73,67%. Upaya BPR dalam memacu deru mesin bisnis bukan tanpa tantangan. Bahkan, sebelum pandemi COVID-19 pun, industri ini sudah mengalami tekanan. Seperti diketahui, segmen mikro menjadi medan persaingan bankir-bankir rural bank. Lahan bisnis tersebut dalam berapa tahun belakangan makin disesaki banyak pemain. Mulai dari bank umum skala raksasa, baik dari sisi kapasitas maupun sumber daya, hingga lembaga keuangan mikro dan financial technology fintech berebut segmen mikro. Kredit program dari pemerintah, seperti Kredit Usaha Rakyat KUR dengan suku bunga 6%, bahkan disubsidi lagi 3% di masa pandemi ini, tentu menambah persaingan bagi kredit BPR. Dari sisi pricing, sulit bagi BPR untuk bersaing dengan bank umum, apalagi kredit program seperti KUR. Suku bunga BPR relatif lebih tinggi. Ini tidak lepas dari mahalnya biaya dana yang harus ditanggung BPR. Mayoritas DPK BPR bersumber dari dana mahal, yakni deposito. Per Desember 2021, misalnya, dari total Rp117,01 triliun DPK industri BPR, sebanyak Rp81,14 triliun atau setara dengan 69,34% di antaranya berasal dari deposito. Selain itu, biaya operasional BPR relatif tinggi, karena kebanyakan BPR melakukan jemput bola atau turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan bisnis. Di lain sisi, layanan keuangan berbasis fintech, khususnya peer to peer P2P lending, juga menjadi pesaing bagi industri BPR. Kecepatan bisnis proses dan jangkauan yang luas membuat fintech bisa berkembang cepat. Jumlah pinjaman yang disalurkan fintech pun terus meroket. The Finance mencatat, hingga akhir 2021, penyaluran pinjaman oleh fintech sudah tembus Rp283,95 triliun, melejit 82,13% dari 2020 sebesar Rp155,90 triliun. Penyaluran pinjaman fintech sudah melampaui realisasi kredit BPR secara industri. Jumlah fintech yang terdaftar dan diawasi OJK per Desember 2021 sebanyak 103 perusahaan. Beberapa dari fintech ini juga disokong oleh grup-grup besar, baik investor dari dalam maupun luar negeri. Digitalisasi memang menawarkan kecepatan dan kemudahan. Dari sisi biaya juga lebih efisien. Industri BPR pun terus didorong untuk melakukan transformasi digital, agar lebih berdaya saing. Di era sekarang, inovasi layanan dan teknologi digital menjadi bagian tidak terpisahkan bila tidak ingin tergulung disrupsi. Pun demikian bagi BPR. Sudah saatnya BPR menjadi “lebih” digital. Langkah digitalisasi sebenarnya sudah diambil oleh sejumlah BPR, terutama mereka yang punya sumber daya mumpuni untuk mengembangkan sektor teknologi informasi TI. Investasi digital memang membutuhkan investasi atau belanja modal cukup tinggi di awal. Harus diakui, tidak semua BPR mempunyai kapasitas untuk membangun infrastruktur digital yang mumpuni. Opsi kolaborasi dengan perusahaan berbasis teknologi ataupun fintech bisa menjadi win-win solution. BPR bisa melakukan ekspansi kredit dengan lebih masif dengan sokongan teknologi. Sementara, dari sisi nasabah akan makin dimudahkan dalam mengakses layanan keuangan. Tantangan digitalisasi BPR tidak hanya datang dari sisi investasi, tapi juga perlu adanya perubahan model bisnis. Selama ini, bank-bank rural unggul di segmen mikro berkat karakteristik bisnisnya yang mengedepankan kelokalan dan kedekatan personal. Maka, bila melakukan transformasi digital, BPR juga perlu mengedukasi pasarnya agar nyaman dan terbiasa dengan sentuhan digital. OJK sendiri akhir 2021 sudah meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia RP2I 2021-2025 bagi Industri Bank Perkreditan Rakyat BPR dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah BPRS. Roadmap ini digagas untuk meningkatkan kontribusi nyata rural bank bagi masyarakat dan perekonomian di daerah. Dalam roadmap ini, OJK memberi ruang kepada BPR dan BPRS u ntuk menyalurkan pinjaman kepada debitur di luar wilayah operasional. Caranya ialah berkolaborasi dengan pelaku industri sektor jasa keuangan lain, termasuk fintech lending ataupun perusahaan berbasis teknologi lain, seperti e-commerce atau ekosistem digital lainnya. OJK mendorong upaya digitalisasi BPR dan BPRS. Ada empat pilar utama dalam roadmap tersebut. Pertama, penguatan struktur dan keunggulan kompetitif. Kedua, akselerasi transformasi digital. Langkah ini diperlukan untuk mendukung peningkatan daya saing BPR dan BPRS terkait produk dan layanan digital, utamanya melalui sinergi dan kolaborasi dengan lembaga lain. Ketiga, penguatan peran BPR dan BPRS terhadap daerah dan wilayahnya. Keempat, penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan. Selain digitalisasi, BPR menghadapi tantangan dari sisi permodalan. BPR berkejaran dengan waktu demi memenuhi aturan modal minimum yang telah ditetapkan OJK. Melalui POJK Nomor 5/ tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum, OJK mewajibkan BPR memenuhi modal minimum yang ditetapkan sebesar Rp3 miliar pada 2020 dan Rp6 miliar paling lambat 31 Desember 2024. Terlepas dari semua tantangan yang dihadapi, The Finance mencatat sejumlah BPR tetap mampu menorehkan kinerja cemerlang sepanjang tiga tahun terakhir. BPR-BPR berkinerja gemilang tersebut masuk dalam kajian “The Finance OP 100 BPR 2022”. Kajian ini dilakukan The Finance Institute dan mengacu pada data kinerja periode September 2019 sampai dengan September 2021. Dalam “The Finance TOP 100 BPR 2022”, bank-bank rural yang berkinerja apik dan berkelanjutan selama tiga tahun terakhir dikategorikan dalam tiga kelompok aset 1 BPR beraset Rp100 miliar ke atas, 2 BPR berasetRp35 miliar sampai dengan di bawah Rp100 miliar, 3 BPR beraset Rp5 miliar sampai dengan di bawah Rp35 miliar. Di kelas BPR beraset Rp100 miliar ke atas, BPR Sejahtera Artha Sembara menjadi kampiun. Nilai atau skor total 99,79 mengantarkan BPR asal Kota Pekalongan ini mengungguli para pesaingnya di kelas atas. BPR Sejahtera Artha Sembada tercatat memiliki total aset Rp182,16 miliar per September 2021. BPR Sejahtera Artha Sembada dibayangi BPR Lingga Sejahtera yang ada di posisi kedua dengan nilai total 99,43. BPR berbasis di Kotawaringin Barat ini tercatat mempunyai total aset Rp618,65 miliar per September 2021. Melengkapi posisi tiga besar ada BPR Berkah asal Pandeglang dengan nilai total 98,95. BPR ini tercatat beraset Rp201,32 miliar. Selanjutnya, di kelompok BPR beraset Rp35 miliar sampai dengan di bawah Rp100 miliar, BPR Dhanatani Cepiring menduduki posisi teratas. BPR beraset Rp43,55 miliar ini berasal dari Kendal, Jawa Tengah, dan meraih nilai total 99,45. Posisi kedua di kelompok ini menjadi milik BPR Citanduy asal Cilacap. BPR dengan aset sebesar Rp92,47 miliar ini meraih nilai/skor 99,24. Lalu, ada BPR Makmur Artha Sedaya di peringkat ketiga dengan total skor 99,09. BPR yang berbasis di Kota Tangerang Selatan, Banten, ini tercatat memiliki total aset sebesar Rp56,26 miliar. Sementara, BPR Dana Raya Jawa Timur menjadi jawara di kelompok BPR beraset Rp5 miliar sampai dengan di bawah Rp35 miliar. BPR asal Kota Sidoarjo, Jawa Timur, ini meraih total skor 99,20. Total asetnya tercatat sebesar Rp23,95 miliar per September 2021. Di posisi berikutnya ada BPR Ingertad Bangun Utama asal Kutai Kartanegara. BPR beraset 33,19 miliar ini meraih total nilai 98,30. Selanjutnya di posisi ketiga ada BPR Guna Yatra asal Kota Surabaya. BPR ini tercatat memiliki aset sebesar Rp16,01 miliar. Total skornya 97,74. Ari Astriawan Selengkapnya Baca Majalah Digital The Finance Top 100 BPR 2022 JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan OJK mengungkapkan jumlah bank perkreditan rakyat BPR dan bank perkreditan rakyat syariah BPRS terus mengalami September 2021, jumlah BPR dan BPRS menurun menjadi dengan rincian BPR dan 165 BPRS tersebar di seluruh Indonesia. Adapun, BPR dan BPRS terbanyak berada di Pulau Jawa dan Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, di mana BPR dan BPRS masih melakukan konsolidasi.“Jumlah BPR dan BPRS ini terus menunjukkan konsolidasi atau terus menurun, ini menandakan bahwa penguatan permodalan yang sudah kita dorong untuk terus meningkat, karena memang tantangannya semakin besar,” ujar Heru dalam Launching Roadmap Pengembangan Industri BPR dan BPRS 2021-2025, Selasa 30/11/2021. Heru melanjutkan, penurunan tersebut direspon oleh industri BPR untuk melakukan berbagai aksi korporasi, termasuk jumlah BPR dan BPRS di Indonesia terlihat dalam rentang 2015 hingga September 2021. Jumlah BPR mengalami penurunan sebesar 156 BPR sejak 2015, akibat merger atau konsolidasi. Pada 2016, terdapat BPR dan BPRS. Lalu, berkurang 13 menjadi pada 2017. Penurunan terus berlanjut pada 2018 menjadi BPR dan BPRS, lalu berkurang sebanyak 55 menjadi pada 2019. Sementara pada 2020 menurun sebanyak 40 BPR dan BPRS, yakni menjadi dengan aksi konsolidasi yang dilakukan, jumlah BPR dan BPRS digolongkan menjadi 3 kategori. Hingga September 201, BPRKU 3 dengan modal inti di atas Rp50 miliar tercatat memiliki sebanyak 71 BPRKU 2 dengan modal inti Rp15 miliar hingga Rp50 miliar sebanyak 272 BPR. Terakhir, BPRKU 3 dengan modal inti kurang dari Rp15 miliar sebanyak BPR. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini OJK bpr Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam Industri keuangan di Indonesia semakin berkembang dengan semakin banyaknya jumlah bank yang tertarik untuk menjadi bank digital dan semakin banyaknya jumlah perusahaan keuangan dari luar negeri yang berinvestasi di negeri ini. Menurut data statistik yang dirilis oleh OJK hingga Agustus 2021 terdapat 107 Bank Umum dan 1484 Bank Perkreditan Rakyat BPR yang beroperasi di Indonesia. Namun demikian, sebagai seorang nasabah dan investor yang cerdas, Anda harus memilih bank yang akan Anda jadikan sebagai tempat menabung atau jika ingin mengoleksi saham sektor perbankan di pasar modal. Salah satu faktor yang harus Anda pertimbangkan dalam memilih bank adalah jumlah aset yang dimiliki oleh institusi tersebut. Sebab, semakin besar aset sebuah institusi keuangan menandakan bahwa institusi keuangan tersebut banyak dipercayai oleh masyarakat dan relatif lebih aman’ dari risiko kebangkrutan. Sebagai referensi, berikut ini 10 bank dengan aset terbesar di Indonesia 1. Bank Mandiri Bank Mandiri adalah institusi keuangan yang lahir dari hasil restrukturisasi perbankan pasca krisis 1998. Ketika itu, ada 4 bank yang digabung untuk menjadi Bank Mandiri, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia. Pada kuartal ketiga tahun 2022, Mandiri menjadi bank dengan jumlah aset terbesar di Indonesia dengan memiliki aset sebesar triliun rupiah setelah sempat tergeser oleh BRI selama beberapa waktu. Jumlah ini naik kurang lebih 114 miliar rupiah dibandingkan jumlah aset bank ini pada kuartal ketiga tahun 2021. Menurut berita yang dilansir oleh Kontan, kenaikan posisi Mandiri dipicu oleh kenaikan jumlah aset Bank Syariah Indonesia BSI. Perlu diketahui bahwasanya Mandiri adalah pemegang saham terbesar BSI. Meskipun demikian apabila dilihat dari kapitalisasi pasar industri perbankan di pasar modal, Mandiri masih menempati posisi sebagai bank dengan nilai market cap ketiga setelah BCA BBCA dan BRI BBRI. BMRI memiliki persentase market cap dengan sebesar dari seluruh perusahaan yang listing di bursa. 2. Bank BRI Per September tahun 2022, Bank BRI membukukan aset sebesar triliun. Nilai ini relatif tidak berubah dibandingkan jumlah aset BRI pada periode yang sama pada tahun 2021 lalu. Meskipun jumlah aset yang dimiliki tidak berubah, namun nyatanya tahun 2022 merupakan tahun yang cukup baik untuk bank ini. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan pendapatan dan laba masing-masing sebesar 100 triliun dan lebih dari 17 triliun rupiah pada saat yang sama. Dilihat dari sejarahnya, BRI adalah institusi bank konvensional yang jauh lebih tua daripada Mandiri. Perusahaan ini didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja di Purwokerto Jawa Tengah pada 16 Desember 1895. Pada tahun 1946 institusi keuangan ini dinisbatkan menjadi bank pemerintah pertama di Indonesia. 3. Bank Central Asia BCA adalah salah satu perusahaan keuangan swasta terbesar di Indonesia. Bank yang didirikan oleh Sudono Salim pada tahun 1957 ini tercatat memiliki aset sebesar triliun per September 2022. Jumlah ini meningkat sekitar 60 triliun rupiah dibandingkan dengan jumlah nilainya pada September 2021. Walaupun jumlah asetnya lebih rendah daripada Mandiri dan BRI, BCA tercatat telah menjadi emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. BCA juga belakangan meluncurkan blu by BCA Digital yang berpotensi bersaing di pasar tabungan digital Indonesia. Jika produk ini bertambah populer, ada potensi BCA bisa naik posisinya dalam peringkat bank dengan aset terbesar. 4. Bank Negara Indonesia Bank dengan nilai aset terbesar selanjutnya adalah BNI. Perusahaan keuangan pelat merah yang didirikan pada bulan Juli 1946 ini pada triwulan 3 tahun 2022 tercatat memiliki aset sebesar 943 triliun rupiah. Dibandingkan pada jumlah aset yang dimiliki pada tahun 2021 y to q, jumlah ini menurun sekitar 2,1%. Di akhir tahun 2021, perusahaan ini sempat membukukan aset senilai 964 triliun rupiah. Meskipun dari segi aset ada penurunan, namun saham BBNI diperkirakan memiliki prospek cerah tahun ini. Hal ini berkaitan dengan peningkatan penyaluran kredit, selisih suku bunga bersih dan beberapa inovasi yang dilakukan oleh perusahaan ini, seperti penambahan atm setor tarik hingga mulai masuk ke pasar bank digital dengan Bank Mayora. 5. Bank Tabungan Negara Sama seperti BRI, BTN juga merupakan institusi keuangan pelat merah yang didirikan sejak zaman kolonialisme Belanda. Lebih tepatnya, perusahaan ini berdiri pada tahun 1897 di Batavia dengan nama Postspaarbank. Sempat dimiliki oleh Jepang, BTN lantas diakuisisi oleh pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan. Per September 2022, BTN membukukan total aset sebesar 389 triliun Laporan Posisi Keuangan Bulanan. Jumlah ini meningkat sebesar 4,6% apabila dibandingkan jumlah aset BTN pada bulan Desember 2021. 6. CIMB Niaga CIMB adalah bank swasta nasional terbesar kedua setelah BCA. Bank yang merupakan hasil merger antara CIMB group dengan Bank Niaga ini berhasil membukukan aset sebesar 307 triliun rupiah per September 2022. Apabila dibandingkan satu bulan sebelumnya, pertumbuhan aset perusahaan ini mencapai 15 triliun dimana pada September 2021, jumlah aset CIMB NIAGA mencapai 292 triliun Laporan Keuangan Bulanan CIMB Niaga. 7. OCBC NISP Per bulan Agustus 2021, OCBC NISP secara resmi menempati peringkat ke-7 bank dengan nilai aset terbesar di Indonesia. Institusi keuangan yang berdiri pada tahun 1941 ini mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 2,7% dari 214 triliun rupiah di bulan Desember 2021 menjadi 220 triliun rupiah di bulan September 2022. 8. Bank Panin Bank Panin adalah bank yang memiliki jumlah aset terbesar ke-8 di Indonesia. Per Agustus 2021, perusahaan yang didirikan pada tahun 1971 ini membukukan aset sebesar 187 triliun rupiah. Walaupun menempati posisi nomor 7 sebagai bank dengan nilai aset terbesar, jumlah aset perusahaan ini tercatat terus mengalami penurunan sejak bulan Mei tahun ini. Ketika itu, jumlah aset institusi yang telah listing di bursa sejak tahun 1982 ini mencapai 191 triliun rupiah. Padahal menurut laporan tahunan perusahaan Panin pada tahun 2020, aset Bank Panin pada akhir tahun 2020 mencapai 218 triliun rupiah. 9. Bank Danamon Sejak awal tahun, Danamon adalah bank dengan nilai aset terbesar ke-9 di Indonesia. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan ini pada September 2022, Bank Danamon memiliki aset sebesar 189 triliun rupiah. Jumlah ini lebih rendah sebanyak 2 triliun secara y to q dibandingkan jumlah asetnya pada Desember 2021. Saat ini 92,47% saham BDMN dimiliki oleh MUFG Bank Ltd, salah satu perusahaan keuangan terbesar di Jepang sementara 7,5 sisanya dimiliki oleh investor publik. 10. Bank BTPN Bank BTPN menduduki bank dengan total aset terbesar ke-10 di Indonesia dengan memiliki jumlah aset sebesar 199 triliun rupiah pada bulan September 2022. Meskipun jumlah ini lebih kecil dibandingkan bank-bank dengan peringkat diatasnya, BTPN terus mencatatkan pertumbuhan aset yang positif sepanjang paruh kedua tahun 2021. Salah satu pilarnya adalah produk Jenius BTPN yang semakin populer di pasaran. Sama seperti Danamon, sejak tahun 2019 BTPN telah resmi menjadi anggota grup perusahaan keuangan asal Jepang Sumitomo Mitsui Group.

bpr terbesar di indonesia